Mundur untuk Melompat Lebih Jauh

Sudah saatnya aku memberanikan diri untuk melangkah mundur. Karena maju tidak selalu benar. Kadang perlu untuk diam dan menelaah kembali apakah langkah yang selama ini kita ambil sudah sesuai dengan jalur pencapaian tujuan kita. Jangan-jangan tujuan orang lain yang kita kejar.

Didampingi partner yang tepat, dengan keberanian yang kukumpulkan lekat-lekat, walaupun masih terasa tercekat, aku tetap membulatkan tekad.

Percaya bahwa bahagia itu kita tentukan sendiri, bukan hasil mencontek orang sebelah. Sukses pun diukur dari hati sendiri bukan dari komentar orang yang salah.

Perang Terhebat yang Kita Hadapi Setelah 1998

Another worth to read

FELIX Dass

*) Untuk Joko Widodo dan fenomena Jokowi adalah kita

Processed with VSCOcam with f2 preset

Jakarta di malam hari, selalu bercahaya. Seperti biasa, lampu-lampu menjadi teman setia yang mengawal perjalanan pulang ke rumah. Kota ini bisa diakali, dengan memilih jam-jam tertentu untuk berkendara atau menggunakan rute yang tidak populer untuk mencapai rumah. Ia bisa ramah.

Dan langit Jakarta malam ini jadi terlalu personal untuk saya. Di balik riuh rendah degup jantung mengejar waktu, melintasi jarak lebih dari 40km selepas makan enak bersama teman-teman di kantor dan niat super besar untuk datang ke kawasan padat Tebet, saya menemukan sebuah fakta politis yang luar biasa bagus untuk dikenang.

Saya mengulangi kalimat yang sama berulang-ulang, kepada sejumlah orang berbeda yang saya temui di Ruang Rupa, sebuah ruang publik yang malam ini bersolek untuk sebuah kepentingan politik praktis berlatar masa depan Indonesia.

Processed with VSCOcam with m3 preset

Kalimatnya berbunyi seperti ini:

“Mungkin, ini perang terhebat yang kita hadapi setelah 1998.”

Saya memilih kata “kita” dengan…

View original post 1,842 more words

Dokter Umum Bukan Orang Bodoh

Positivisme di tengah badai negativisme. Saya belum membaca artikel satunya namun semoga tujuannya bukan untuk minta dikasihani melainkan untuk semangat perubahan. If you don’t like something, change it. If you can’t change it, change your attitude. Do not complain!

Mutiara Fadjar

Dua hari lalu saya tersentak membaca sebuah artikel nelangsa tulisan seorang dokter PTT, RD, yang sepertinya bertugas di Papua. “Orang Bodoh yang disebut Dokter Umum” judulnya. Semakin membuat tersentak ketika seorang senior saya, dosen muda di universitas asal saya, hari ini menyampaikan kalau tulisan ini mendapat banyak apresiasi dan “pengaminan” dari para dosen senior. Meski sebetulnya ketika saya menjalani kuliah S1pun saya seringkali menjumpai dosen-dokter yang curhat mengenai kesejahteraannya sebagai dosen-dokter di bawah sistem yang berjalan. Saya menjadi tergerak untuk turut “meramaikan” respon terhadap tulisan ini setelah membaca dalam sebuah milis kebijakan kesehatan salah seorang professor idola saya menstimulus para member untuk mengomentari artikel ini dengan tulisan yang saya sesuaikan dengan pengetahuan-pemikiran, pengalaman dan status saya.

Keputusan saya membuat tulisan respon ini setelah saya membaca artikel tersebut berkali-kali dan menyimpulkan bahwa artikel ini “ekstrim bawah”, dalam arti meski berbasis fakta dan pengalaman nyata, DR menumpuk-numpuk kemalangan diri dengan junior-juniornya sehingga…

View original post 2,434 more words

My Diary #1

Tags

, ,

Pagiii….

Woolaa! Akh, gue lagi semangat nulis nih. Tapi sekarang agak bertema my daily journal. My diary. Jadi, gue akan nulis apa-apa yang terjadi sama gue seharian ini. Kenapa tiba-tiba?

Kemarin gue baru aja nonton Korea (hahaha) dan di situ ada salah satu peran yang ceritanya dia menderita penyakit Alzheimer dan tumor otak. Serem ya. Alzheimer, penyakit degenerasi otak yang salah satu gejalanya adalah penurunan daya ingat. Gue ga akan mengulas itu lebih dalam (belum). Nah, di film itu si dokter nyaranin pasiennya buat nulis daily journal untuk memperlambat proses degenerasinya. Gue belum nyari nih referensinya tentang manfaat daily journal terhadap degenerasi otak. Sounds cool, eh? Tapi, bagi gue nih yang punya masalah sama memori, gue yang memorinya ala kadarnya kaya gini, well, mungkin akan sangat membantu kalo gue mulai nulis apa yang udah gue lakukan seharian. Mungkin dari hal sepele yang ga penting sampai kejadian luar biasa yang mungkin akan mengubah masa depan gue (tsailah!).

Oh iya, dulu, gue inget banget, om gue pernah nyaranin sepupu gue yang malesnya minta ampun kalo disuruh belajar, buat bikin buku harian. Kenapa? Seinget gue, om gue pernah bilang, kalo kita mampu mengingat semua kejadian seharian ini, itu tandanya otak kita masih bisa bekerja dengan baik.

Dan… kayanya temen gue juga pernah bilang gini… membaca adalah sebuah proses awal kemudian menulis adalah cara kita mencerna dan mengembangkan apa-apa yang telah kita baca dan menuangkannya ke dalam kata-kata kita sendiri. Jadi, kesimpulan yang gue pahami, jika kita bisa menulis, itu berarti kita sudah melewati satu tahap lebih maju.

Gue juga pernah baca dari tweet seorang penulis favorit gue (lupa siapa). Dia bilang, menulis adalah sebuah proses belajar dimana cara kita menulis akan selalu berkembang. Oleh karena itu, jangan takut menulis karena kita menganggap tulisan kita masih terlalu dangkal. Menulislah dan belajar. Dan yang paling ngbekas and also encourage me itu waktu temen gue ngirimin gue quotation yang oke banget. Di situ ditulis advice how to be a writer. Gini isinya…

Don’t make stuff because you want to make money. It will never make you enough money. Don’t make stuff because you want to get famous. Because you will never feel famous enough. Make gitfs for people and work hard on making those gitfs in the hope that those people will notice. Maybe they will notice how hard you worked and maybe they won’t. And if they don’t notice, I know it’s frustating. But ultimately, that doesn’t change anything because your responsibility is not to the people you’re making the gift for. But the gift itself.

Indah ya. Menurut gue sih… 🙂

Pesan yang gue terima dari situ sih, lakukan sesuatu yang kamu suka untukmu sendiri, bukan untuk siapapun. Build your own heart. Gitu kali ya :p

Ahahaha. Kayanya yang terakhir gue sebutin agak melenceng dari judul. Yah, pokoknya itu berhasil bikin gue berani nulis lagi. Apapun itu. Semoga semangat gue ga cuma di awal doang. Motivasi gue saat ini adalah supaya gue ga cepet pikun. Kalo misalnya ada salah satu dari tulisan gue jadi nghits (ih mau banget banget deh ini mah), Alhamdulillah *sujudsyukur* #ngarep.

Fin.

One Litter of Tears

Tags

, , ,

Just share my (every)day.

Me: Jadi, Ibu selalu buang sampah di sungai?
Patient: *nod* Iya, kan cepet hilangnya. Kebawa arus.
Me: *gasp* Ibu ga kasihan sama orang-orang di hilir sungai?
Patient: Kan langsung kebawa ke laut.
Me: *deep breath* Oh gitu ya, Bu.

It was one of thousands stories that really happened out of there. She is just an old lady common folk. Unwell educated. She had only passed elementary school.
In Indonesia, it would be common circumstances that there are many people in poverty had no chance to build up their knowledge instead of their starvation. In this case, she was a follower in such society which has bad habit in hygiene and sanitation. We can’t blame her for this situation. In other hand, in other day and in other way, I’ve found another story related. This one, one young lady, well educated but still confined by the society.

Me: Kamu tau ga bahayanya buang sampah ke sungai?
Girl: Bisa bikin banjir sama airnya bisa tercemar.
Me: Tau ga harusnya diapain?
Girl: Dikubur di tanah atau diangkut sama petugas kebersihan buat diolah.
Me: Terus kenapa tetep buang sampah ke sungai?
Girl: *grin* Bapak yang buang sampahnya sih. Aku ga tau menau hehe…
Me: *exhale* Oh my…

Keluarga itu… #1

Tags

, ,

Haru penuhi hatiku. Bangga menyesakkan dada. Kala langkahku yang pertama di SMA 1…

Aneh ya. Tapi malam ini bener-bener sman1traisme banget. Sampe mikir sejak kapan gue sebegitunya sama sman1tra. Padahal, dulu pas di sekolah gue cuma anak kuper yang cuma kenal temen sekelas doang (itu juga lupa-lupa inget, parah!). Gue bukan anak yang suka berorganisasi, apalagi organisasi yang butuh keeksisan. Gue paling takut berhadapan dengan orang banyak. Tapi, walaupun begitu, banyak juga sih ekskul yang pernah gue cobain (paling banter 3 bulan, biasanya sih 3 hari abis itu ilang :p).

Iya, aneh. Pertama kali gue sadar keanehan itu waktu mantan ketua osis gue (yang bercita-cita jadi presiden) heran kenapa gue jadi aktif banget pas kuliah. Jalan-jalan kesana kemari, bikin acara ini itu. Padahal, pas SMA dulu ga pernah kelihatan di kegiatan apapun. Iya, aneh, Njul!

Sampai suatu ketika, pas bulan puasa, gue pengen banget ngumpulin anak-anak sman1tra 2007 yang kuliah di Solo buat buka puasa bareng. Awalnya, memang terkumpul semua ketujuh (tujuh anak angkatan 2007, ajaib ya angkanya) anak angkatan gue yang kuliah di Solo. Ternyata, beberapa orang di antara kita juga ngundang kakak senior yang juga kuliah di UNS. Maklum, karena gue ga ikut ekskul apapun jadi ya ga kenal senior siapa-siapa. Dan… Taraa!!! Ga disangka waktu itu banyak banget yang dateng, ada yang angkatan 2005, 2003, bahkan angkatan 1998 (Abang satu ini sampai saat ini belum terkalahkan kelegendarisannya). Sejak saat itu, walaupun masih sangat jarang, sudah mulai terjalin silaturahmi antar angkatan sman1tra di Solo.

*eh ralat, ternyata yang dateng cuma lima dari tujuh anak. Tapi, kita bertujuh selalu keep in touch kok.

Setiap kita ngumpul sama anak-anak sman1tra ini, selalu ada atmosfer berbeda. Kita seperti ngerasain rasa “Tangerang” banget! Bener-bener ngangenin. Makanya, dengan perpaduan gue yang tukang jalan, Ima yang seneng main dan Panjul yang masih kebawa hawa ketua osisnya, kita sering ngumpulin anak-anak walaupun cuma sekedar makan atau main badminton (sebenernya ini favoritnya Bang Yaman).

Kadang, kita ga cuma ngumpul sama anak-anak Solonitra ini aja (nama Solonitra sebenernya baru aja muncul sekitar pertengahan tahun kemarin, gue lupa siapa persisnya yang mencetuskan nama ini, seinget gue sih si Alin, yang sekarang malah udah hijrah jadi Jogjanitra, hahaha). Kadang, kita suka kedatangan tamu sman1tra non-solonitra yang lagi main ke Solo. Dan, sebagai tuan rumah, dengan senang hati kita nemenin mereka jalan-jalan keliling Solo.

*mau pamer sedikit, tahun pertama di Solo, gue udah hampir khatam semua tempat wisata dan kuliner khas Solo :3

Nonton Wayang Orang

Ini waktu Dita lagi main ke Solo. Dan, yay! Kita main!


Kita ngajarin Dita jadi anak nongkrong Solo

Sebenernya, banyak banget temen kita yang udah pernah kita ajak keliling Solo. Cuma sayang, ga semua momen bisa kita abadikan. Tetapi, yakinlah, tiap momen yang pernah kita lewati masing-masing punya warna yang tertanam dalam di ingatan dan hati kita. Tsah!

Tapi beneran loh…

Dari mulai ngeganyang rumah Bang Yaman waktu Idul Adha (sumpah Panjul parah banget, dia ngabisin gule daging setengah panci gede sendirian), liburan kita ke pantai dengan mobil antiknya Jodi (ini mobil bisa bikin upil lo item, percayalah!), dan lagi dan lagi dan lagi…

Pantai Siung - First time Solonitra jalan-jalan jauuuh~

Pantai Siung – First time Solonitra jalan-jalan jauuuh~

Angkatan gue juga ga selamanya jadi angkatan termuda. Tiap tahun kita selalu ketambahan anggota keluarga baru. Tambah besar, tambah hangat, tambah banyak cerita.

Perjalanan Solonitra itu masih panjaaaaaaang banget…!!!

Ah! Semakin diinget-inget semakin cinta deh sama Solonitra. *kecupbasah*

to be continued…

*gambarnya kecil-kecil, maklum cuma diambil dari kamera hp sama ngepek dari facebook

 

Tuhan Baru itu bernama : Media Massa

Tags

, ,

Tuhan Baru itu bernama : Media Massa

Bayi berat badan 1000 gram TIDAK BOLEH MATI, AWASSS, itu dosa besar, rumah sakit tidak profesional, dokter tidak bermoral, menteri diam saja, gubernur cuma pencitraan, tuntut sampai tuntas semua yang terlibat dalam kematian bayi tidak berdosa, Vonis: Si Miskin Tidak Boleh Sakit.

Apa saja yang sudah dilakukan oleh pekerja kesehatan, sejuta, sepuluh juta, seratus juta orang sakit yang berhasil diobati, kematian dokter di rimba pedalaman, honor petugas kesehatan yang lebih rendah dari sopir angkot, penyakit dan kematian akibat beban kerja paramedis yang overload, tidak akan diberitakan, karena tidak laku diberitakan, yang laku adalah kematian bayi prematur dengan kelainan berat badan dan komplikasi medis yang menyertainya …

Sabarlah dokter, paramedis dan semua pekerja kesehatan, karena anda semua bukan Tuhan, anda adalah alat Tuhan, dan anda adalah sasaran tembak yang tidak punya perisai apa-apa, apalagi kalau yang nembak itu sebuah tuhan yang bernama Media Massa ..

Semoga TUHAN melindungi hambaNYA

Anonymous

H-3 UKDI

Tags

,

Tanggal 13 Februari 2013, pagi hari, kamar kosan. Ahh!

Bangun pagi, dikelilingi berbagai pernak-pernik berbau UKDI. Soal bertebaran di mana-mana. Kesannya sih yang sibuk banget ngbahas soal sampe ga sempet ngberesinnya lagi. Padahal mah ya, balik badan terus twitteran. Paling kalo niatnya lagi kuatan dikit, buka soal, catetan terus nyocokin sama sumber-sumber di internet. Eh terus selingkuh internetan kemana-mana. Duh!

Pernah denger sama yang namanya The Power of Kepepet??

Bohong kalo bilang ga pernah. Dan ternyata hukum ini berlaku semua usia semua lapisan masyarakat pokoknya semuamuanya deh. Saat kepepet, seseorang bisa tiba-tiba jadi kreatif (kere dan aktif). Saat kepepet, seseorang bisa secara mengagumkan mengeluarkan bakat-bakat terpendam yang selama ini mungkin dia sendiri ga tau.

Pokoknya hidup The Power of Kepepet!! *sembah*

Kaya sekarang ini, saat para calon dokter (atau calon mantan dokter muda) berhadapan dengan yang namanya UKDI (ujian kompetensi dokter indonesia), baru deh pada kelimpungan me-recall semua hasil daya juang selama preklinik dan koas. Tapi sayangnya, kebanyakan proses recall-merecall kaya sinyal internet antara jam 7-10 malem. Lemot. Bahkan kebanyakan gagal. Jadi kemana aja itu perjuangan selama 5 tahun?? Arghh!!?

Sebenernya apa sih itu UKDI? Apa sih tujuannya?

Dulu yang terbesit dalam pikiran gue pertama kali adalah “Oh mungkin ya sama aja kaya UAN”. Sama! Sama tidak adilnya dengan menentukan hasil duduk manis, jadi anak manis, meringis-ringis di depan guru selama 3 tahun di SMA dengan hanya 3 hari ujian. Dengan banyak probabilitas kejadian tidak terduga, seperti sakit perut, jatoh di kamar mandi terus amnesia, dan banyak lainnya lagi.

Sama! Sama dengan perjuangan 5 tahun ini ditentukan hanya dalam 200 menit 200 soal. Kalo ada hasil yang tidak kompeten, perlu dipertanyakan juga apakah sistemnya sudah kompeten untuk menghasilkan dokter-dokter kompeten. Perlu dipertanyakan juga apakah sistem yang sudah kompeten sudah secara kompeten dilakukan oleh tenaga-tenaga pengajar dan pendidiknya. Sangat tidak adil jika akhirnya hanya salah satu pihak yang dituntut ini itu.

Bzzz. Sudah ah akhirnya cuma kaya jadi orang yang gampang ngeluh.

Let’s see from the other side. Segi positifnya, kita jadi kepepet belajar. Mau ga mau kita buka-buka lagi tuh catetan-catetan kita. Kita coba ingat-ingat lagi ilmu-ilmu apa aja yang udah pernah kita dapet selama proses pendidikan kita kemarin. Kita refresh, reload, recall semua file yang udah berserakan di otak kita (kalo masuk ke bank datanya sih).

Harapan gue, semoga semua proses ini merupakan cara penggodogan kita supaya jadi lebih matang dan matang lagi. Bukan atas dasar politik apalagi komersial berbalut istilah “pendidikan”.

Bagi semua calon TS di luar sana, mari kita sukses bersama-sama!!
Jangan jadi TS yang suka makan teman maupun TS yang terjebak friendzone…

*TS = Teman Sejawat

Beton Rebus

Tags

, , ,

Beton rebus. Beton direbus??

Kalo dalem kepala lo langsung kebayang kotak persegi panjang abu-abu di dalem panci berarti otak lo normal. Yah, sama kaya imajinasi yang pertama kali keluar di otak gue waktu dikasihtau temen gue *pembelaan diri* (hahaha…).

Maaf, tapi Anda sama sekali salah sodara-sodara. Bagi yang belom pernah tau, beton yang gue maksud di sini berasal dari bahasa Jawa yang artinya ‘biji nangka’.

Lah, kok biji nangka direbus?

Pasti ada sebagian dari lo yang heran kenapa ni biji direbus terus dimakan. Kaya ngga ada makanan laen aja.

Bagi sebagian orang lainnya, ni makanan ngingetin kita ke jaman SD dulu (jaman gue SD, kalo anak jaman angkatan bawah gue tau deh pernah ngrasain nikmatnya jaman SD gue ato ngga).
Dulu waktu SD, sering banget nyokap beli nangka di tukang buah dingin (ini istilah buat tukang jual buah yang udah dipotong-potong, siap makan). Terus abis makan, biasanya sama nyokap disuruh ngumpulin biji nangkanya, dicuci terus direbus. Sensasi makannya kaya makan kerang, kudu ngeluarin isi bijinya dari kulit luarnya yang agak keras. Rasanya khas banget. Mirip kacang rebus sih tapi ditambah rasa getah nangka gitu. Yah, efek sampingnya agak gatel gatel gitu di mulut. Tapi nagih! Serius! (miapah? mi elol ocok = mie telor kodok).

Lucunya, ternyata ngga semua orang di belahan Indonesia tau jenis makanan unik ini. Secara gue gede di Tangerang dan sekarang gue lagi kuliah di Solo, ngga banyak temen gue yang tau. Mereka malah menatap nanar dan heran ngliatin gue makan biji. “Kesian sampe bijinya disikat”. Bulu ketek kuda! Sayang aja gue lagi ngga sama temen yang sekampung halaman. Ini makanan patriotik banget tau. Lo bisa ngrasain gimana dulu pahlawan-pahlawan kita kudu makan akar-akaran demi ngisi perut. Seperti kata pepatah “Tak ada akar biji pun jadi”.

Emm ternyata ngga cuma beton rebus ini aja lho yang cuma jadi tradisi di daerah-daerah tertentu sedangkan di daerah lainnya malah dianggap aneh. Banyak banget dan ngga cuma makanan yang punya tradisi beda-beda di Indonesia yang bakal lo temuin di kehidupan sehari-hari. Coba deh lo perhatiin kalo lagi di daerah yang bukan kampung halaman lo. Seru!

Bangga kan jadi pemuda Indonesia. Unik, ngga ada abisnya.
Hidup Sumpah Pemuda!